Save Soedirman
December 03, 2012
Akhir-akhir
ini saya mengamati di lingkungan kampus ada sebuah gerakan yang
menamakan dirinya save soedirman. Di Twitter, gerakan ini dicirikan
dengan penggunaan hashtag #savesoedirman pada setiap tweet yang
diposting. Sementara di dunia nyata gerakan ini menggunakan penciri
handban berwarna hitam bertuliskan save soedirman. Tampaknya tujuan
gerakan ini adalah ingin memperjuangkan nasib mahasiswa di lingkungan
Unsoed. Gerakan ini merupakan bentuk reaksi dengan akan
dilaksanakannya uang kuliah tunggal (UKT), yakni pembiayaan kuliah
yang dijadikan satu – all in one – dalam satu paket SPP. Tulisan
ini bukan hendak membahas mengenai gerakan yang terkait dengan
pelaksanaan UKT tersebut, namun hanya mencoba menawarkan alternatif
gerakan save soedirman dari perspektif lain.
Awal
mulanya adalah ketika saya membaca majalah Tempo edisi khusus bulan
November 2012. Judul besarnya adalah "Soedirman Seorang
Panglima, Seorang Martir". Tampaknya edisi khusus ini
diterbitkan dalam rangka rangkaian peringatan hari Pahlawan yang
jatuh pada tanggal 10 November setiap tahunnya.
Artikel-artikel
khas majalah Tempo mengalir semenjak halaman 56 hingga halaman 106.
Penelusuran jejak Pak Dirman pun dilakukan oleh para wartawan Tempo
dari tempat beliau lahir di Purbalingga, hingga akhir hayatnya di
Magelang. Hampir-hampir saya tidak mampu berhenti membaca setiap
artikelnya, karena kekaguman akan perjuangan jenderal besar ini.
Terlebih banyak fakta yang bagi saya baru.
Salah
satu fakta yang cukup mengejutkan saya adalah kegemaran Pak Dirman
terhadap rokok. Rokok
inilah yang menyebabkan dihilangkannya salah satu paru-paru beliau
pada usia yang masih sangat muda. Rokok ini pula yang akhirnya
berperan merenggut nyawa salah satu putra terbaik bangsa.
Digambarkan,
begitu senangnya Pak Dirman terhadap rokok, beliau selalu membawa
tembakau ke mana-mana. Bukan rokok buatan pabrik, namun rokok buatan
sendiri atau yang lebih dikenal dengan rokok tingwe (nglinting dhewe
– melinting sendiri). Ketika salah satu paru-parunya diangkat dan
dokter melarang menghisap rokok, beliau memerintahkan istrinya untuk
merokok dan menghembuskan asapnya ke wajah. Sebuah pemahaman yang
belakangan dianggap keliru, berdasarkan fakta bahwa perokok pasif
mempunyai resiko penyakit lebih besar daripada perokok aktif.
Nah,
sampai di sini akhirnya saya sampai pada sebuah perenungan. Andaikan
saja Jenderal Soedirman tidak merokok mungkin beliau akan diberi usia
yang lebih panjang. Beliau bisa memimpin TNI, memberikan keteladanan
mengenai kepemimpinan, dan
mengawal perjuangan Indonesia. Kenyataannya beliau meninggal dalam
usia yang sangat muda, 34 tahun.
Kiranya
gerakan save soedirman ini tidak hanya terfokus pada sebuah kebijakan
mikro saja, tentang UKT. Namun, memungkinkan sebuah gerakan terpadu
untuk meminimalisir dampak negatif dari sebatang rokok. Misalnya saja
dengan berkomitmen untuk mencegah rokok masuk ke kampus, dan
menciptakan kampus sebagai kawasan bebas rokok. Atau bisa juga dengan
mempunyai idealisme menolak sponsorship dari pihak perusahaan rokok.
Apapun, yang penting ada kegiatan yang didedikasikan untuk putra
putri Soedirman agar terhindar dari apa yang menimpa ayahandanya,
Jenderal Soedirman.
Walhasil,
artikel ini akan saya tutup dengan sebuah ungkapan. Banyak jenderal
di Indonesia ini, namun hanya ada tiga jenderal besar, Soedirman,
Nasution, dan Soeharto. Namun hanya ada satu panglima besar,
Soedirman!
2 komentar
baru ngebaca nih. nice idea, tp mungkin susuah karena ternyata dedengkotnya save soedirman juga perokok. CMIIW. ^_^
ReplyDeleteMemang kebiasaan merokok sudah terlanjur menjadi budaya di negeri ini. Ingat film G30S/PKI, di film itu Aidit divisualisasikan merokok...padahal dia bukan perokok lho. Tahu sebabnya kenapa? Menurut sang sutradara, agar Aidit dikesankan sebagai pemikir. Jadi aktivitas merokok yang sebenarnya berpotensi besar merusak kesehatan dilekati dengan simbolisasi-simbolisasi positif, sehingga citra negatifnya seringkali berkurang atau hilang sama sekali. Percaya nggak, orang yang terpapar oleh asap rokok tidak lebih heboh daripada orang yang terpapar kentut. Padahal asap rokok lebih berbahaya lho. Jadi...yuk kita selamatkan Soedirman ini dengan berbagai cara!
ReplyDelete