Anak Teknologi
December 19, 2012
Manusia adalah tempat
perubahan. Setiap hari dan setiap detik kehidupannya, manusia selalu
berhias perbedaan. Apabila perubahan berhenti, niscaya manusia akan
mati. Seperti aliran air sungai, kita tidak pernah menjumpai manusia
yang sama. Orang yang kita jumpai hari ini, berbeda dengan kemarin.
Esok hari orang tersebut juga akan berbeda lagi. Jadi kalau ada syair
lagu “Aku masih seperti yang dulu”, saya pastikan itu bohong
besar dan rayuan gombal saja.
Perubahan yang terjadi
pada manusia dipengaruhi oleh berbagai hal. Faktor suhu, lingkungan
sosial, geopolitik, ekonomi, bahkan makanan dapat menyebabkan
perubahan pada manusia. Kalau boleh dikata, hampir tidak ada hal yang
membuat manusia tidak berubah. Salah satu faktor yang menjadi sorotan
penting dalam perubahan manusia adalah teknologi (komunikasi).
Teknologi selalu
berkembang seiring perkembangan zaman dan tingkat kebutuhan manusia.
Pada zaman batu, manusia memanfaatkan alam tanpa mengolahnya. Muncul
budaya berburu. Mereka mengembangkan teknologi dalam berburu hewan.
Muncullah berbagai jenis kapak batu. Pada periode perkembangan
revolusi industri, yang memunculkan imperialisme, berkembang berbagai
peralatan yang mendukung eksplorasi 'dunia baru' (tempat-tempat yang
layak dikuasai atau dijajah).
Periode revolusi
komunikasi memunculkan peralatan-peralatan yang mendukung
perkembangan komunikasi. Telepon, telegraf, radio, televisi merupakan
contoh peralatan yang dikembangkan karena kebutuhan komunikasi. Pada
dua puluh tahun terakhir, internet berkembang pesat melebihi
ekspektasi siapapun. Cara orang berkomunikasi, berpolitik,
menjalankan bisnis, bahkan cara memperkenalkan diri berubah drastis.
Ada perbedaan-perbedaan
tipikal manusia yang hidup dalam berbagai tahapan teknologi
komunikasi. Radhar Panca Dahana misalnya, dalam artikelnya yang
berjudul Generasi Digital dan dimuat pada Harian Kompas tanggal 28
November 2012 membahas mengenai tipikal-tipikal manusia yang hidup
dalam lingkaran teknologi (komunikasi).
Dahana membagi manusia
teknologi menjadi tiga generasi besar. Ada generasi X yang katanya
hidup dan berkembang di bawah realitas politik, sosial dan kultural
yang penuh tekanan karena otoritarianisme rezim Orde Baru. Pada masa
itu daya khayal dan imajinasi anak mudanya telah hancur karena adanya
indoktrinasi dan teror mental yang dipraktikkan oleh rezim.
Kemudian muncul generasi
Y, yakni mereka yang lahir pada 1976 hingga 1995. Generasi ini adalah
barisan anak muda yang rapi dan canggih, dengan kearifan teknologis
yang tinggi, imun pada gaya-gaya propaganda dan intimidasi
tradisional. Generasi ini digambarkan menyebar dalam keragaman etnik
dan ras, akrab dengan televisi multikanal, radio satelit serta
internet generasi pertama.
Pasca 1995 lahirlah
generasi Z. Generasi ini hidup pada era media yang begitu
supercanggih, sehingga mampu meringkas kehidupan yang superkompleks
di dalamnya dan dapat diakses siapa pun. Menurut Dahana, mereka ini
kerap disebut sebagai iGeneration (i
: internet) atau NetGeneration atau
Generation@, dan
tumbuh bahkan menjadi digital: generasi digital.
Mungkin
ada yang bertanya-tanya, apa perlunya kategorisasi manusia
berdasarkan kecenderungan gaya komunikasinya? Tentu saja itu penting
mengingat kita hidup di antara mereka. Kita juga setiap hari
berkomunikasi dengan mereka. Mengenal karakteristik mereka akan
mempermudah kita dalam berkomunikasi. Mempermudah tercapainya tujuan
komunikasi.
Namun,
kiranya perlu sedikit ditambahkan mengenai faktor wilayah geografis.
Kategorisasi yang ditawarkan oleh Dahan mungkin berlaku bagi generasi
urban, generasi yang hidup di perkotaan. Generasi yang kesehariannya
bergaul dengan listrik dan sinyal. Lalu bagaimana dengan mereka yang
hidup di perdesaan, bahkan di perdalaman. Bahkan, saat para generasi
urban sibuk dengan gadgetnya untuk mengupdate status di Facebook dan
mengisi timeline di Twitter, mungkin mereka yang hidup di perdesaan
masih bergaul dengan cangkul dan traktornya. Mungkin juga mereka
sedang berusaha menghidupkan diesel generator listrik, karena PLN
yang belum menjangkau ke sana. Sinyal komunikasi merupakan barang
mahal di desa. Bahkan, sebagian mereka hidup di area kosong
komunikasi – blankspot.
Generasi
yang hidup di perdesaan, atau generasi rural ini tidak bisa dipandang
sebelah mata. Mereka ada. Bahkan menurut hitung-hitungan kasar saya,
mereka dominan. Sehingga kita tidak bisa serta merta menyamakan semua
anak manusia menurut tahun lahirnya saja. Untuk Indonesia,
pertimbangan karakteristik generasi juga harus mempertimbangkan
posisi geografisnya.
0 komentar