Mengenal Psikologi Sosial (Bagian 3)

February 27, 2016

Sebagai sebuah ilmu, psikologi sosial juga berkembang seiring perkembangan zaman. Menurut Baron et al. (2006), setidaknya ada empat trend yang sedang banyak dikaji dalam psikologi sosial modern, sebagaimana berikut ini.


Kognisi dan perilaku: dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Di masa-masa awal, psikologi sosial terbelah menjadi dua kajian utama. Pertama, kelompok pakar yang tertarik terhadap perilaku sosial (bagaimana orang bertindak dalam sebuah situasi sosial). Kedua, pakar yang tertarik untuk mengkaji pemikiran sosial (social thought), yakni bagaimana individu berusaha memahami dunia sosial dan berusaha memahami diri mereka sendiri serta orang lain. Kedua aliran besar ini lama kelamaan hilang. Pada kajian psikologi sosial moderen, perilaku dan kognisi dipandang sangat dekat dan terus menerus terkait. Dengan kata lain, ada kesepakatan universal dalam kajian psikologi sosial bahwa kita tidak dapat berharap memahami bagaimana dan mengapa individu berperilaku dalam sebuah situasi sosial tanpa memertimbangkan pemikiran, ingatan, intensi, sikap, dan kepercayaan. Tidak jauh berbeda, para ahli psikologi sosial sepakat bahwa mereka tidak dapat berharap memahami secara utuh bagaimana manusia memikirkan dunia sosial tanpa melihat pengaruh kognisi sosial terhadap perilaku dan hubungan mereka dengan orang lain. Terdapat sebuah interaksi yang rumit antara pemikiran sosial (bagaimana individu berpikir mengenai diri mereka dan orang lain) dengan perilaku sosial (bagaimana individu bertindak dalam sebuah situasi sosial). Pemisahan terhadap dua aspek tersebut sangatlah sulit alih-alih tidak mungkin, karena kognisi dan perilaku dua-duanya merupakan dua bagian sisi mata uang yang tampaknya terpisah namun sebenarnya menyatu.


Neurosains sosial: pertemuan psikologi sosial dan neurosains. Pada tahun-tahun terakhir, peralatan-peralatan canggih seperti magnetic resonance imaging (MRI) dan PET scans membuat para psikolog dan saintis dapat mengamati otak manusia ketika mereka melakukan berbagai kegiatan (misalnya; ketika memecahkan masalah, melihat foto atau film yang menguras emosi, dan sebagainya). Hasil dari penelitian ini, sebagaimana yang sekarang kita ketahui, menampakkan adanya hubungan yang rumit antara aktivitas otak dan aktivitas psikologis (perasaan, pemikiran, dan perilaku nyata).
Secara prinsip, semua komponen pemikiran sosial mencerminkan aktivitas di dalam otak. Namun bukan berarti hal ini merupakan cara terbaik untuk meneliti kajian psikologi sosial. Faktanya, situasinya hampir mirip dengan yang terjadi dalam penelitian ilmu kimia dan ilmu fisika. Terdapat proses-proses fisika dalam percobaan kimia tertentu, namun bukan berarti seorang ahli kimia harus selalu menjalankan penelitian di bidang fisika untuk mengetahui proses kimia yang terjadi.
Pada akhirnya, neurosains sosial hanya akan menjadi area penelitian dalam psikologi sosial yang mencari pengetahuan mengenai aktivitas otak dan basis biologis dari proses-proses sosial. Neurosains sosial tidak akan menggantikan psikologi sosial secara utuh.

Peranan proses implisit (proses bawah sadar). Saat ini tema yang sedang berkembang dalam penelitian psikologi sosial adalah: dalam beberapa kasus kita tidak benar-benar tahu kenapa kita berpikir atau bertindak seperti yang kita lakukan dalam konteks sosial. Pemikiran dan tindakan kita dibentuk oleh faktor-faktor dan proses yang hanya kita sadari secara samar, dan hal itu seringkali membentuk sebuah perilaku otomatis tanpa adanya kesengajaan atau intensi.

Ada sebuah penelitian menarik yang dilakukan Pelham et al. (dalam Baron et al., 2006) yang berjudul “Why Susie Sells Seashells by the Seashore….” Dalam riset tersebut, peneliti berargumen bahwa sebagai hasil dari egotisme implisit (implicit egotism)—kecenderungan bawah sadar terhadap penguatan diri (self-enhancement)—perasaan mengenai segala sesuatu di sekitar kita dipengaruhi oleh hubungannya dengan konsep diri kita.

Semakin dekat seseorang atau sesuatu dengan konsep diri kita, semakin kita cenderung menyukainya. Hasilnya, orang akan cenderung untuk tinggal di sebuah tempat (kota atau propinsi) yang namanya menyerupai nama diri seseorang (misalnya saja orang yang bernama Louis akan lebih suka tinggal di kota St. Louis). Mereka juga mungkin akan menyukai kota-kota yang namanya mencerminkan tanggal ulang tahunnya (seperti kota Three Corners; Seven Springs), dan akan cenderung memilih karir yang nama profesinya menyerupai nama diri mereka (misalnya saja orang yang bernama Denis atau Denise akan lebih menyukai menjadi dentist—dokter gigi. Adapun orang yang bernama Laura mungkin akan lebih menyukai menjadi lawyer—pengacara).

Perhatian terhadap keragaman sosial. Para pakar psikologi saat ini lebih memberi perhatian mengenai pentingnya faktor-faktor dan perbedaan-perbedaan kultural dalam kecenderungan pekerjaan mereka—mengajar, meneliti, konseling dan terapi—demikian juga para pakar psikologi sosial. Hasilnya saat ini psikologi secara umum dan psikologi sosial juga mengadopsi persektif multikultural—perspektif yang lebih peka terhadap pentingnya faktor gender, umur, etnis, orientasi seksual, ketunaan, status sosial-ekonomi, agama, serta berbagai dimensi sosial dan budaya.

Foto:
attitudes4innovation.com

Referensi:
Baron, R. A., Byrne, D., & Branscombe, N. R. (2006). Social Psychology (17 ed.). Boston: Pearson Education, Inc.

You Might Also Like

0 komentar

Friends

Galeri

Ada warna biru muda di lingkaran ini. Mengingatkan cerahnya langit pascahujan
Biarkanlah balon-balon bebas itu beterbangan, sebebas warna-warna yang menyelimutinya
Budaya batik yang berinovasi Mencerahkan masa depan tradisi
Cinta tidak selamanya berwarna merah muda, bisa juga kuning oranye
Ketika warna ungu menjadi ceria, dia bersama hijau dan kuning istimewa