Keabadian
September 27, 2013
Saya tertarik
dengan sebuah artikel yang dimuat pada kompas.com mengenai pendapat Fisikawan
Stephen Hawking yang tentang kemungkinan keabadian manusia. Hawking mengatakan,
“Otak seperti program dalam pikiran, seperti komputer, jadi secara teoretis sebenarnya
mungkin untuk menyalin otak ke komputer dan mendukung kehidupan setelah mati.”
Artikel yang berisi pernyataan Profesor Hawking tersebut dapat diakses DISINI.
Tentu saja Pak
Hawking yang katanya atheis, tidak percaya tentang kehidupan setelah mati
sebagaimana yang kita percayai sebagai umat beragama. Pak Hawking hanya
mengatakan, bahwa secara teori, di masa depan dimungkinkan untuk memindah otak
ke tubuh jenis baru setelah tubuh yang lama tidak mampu mengelola kemampuan
otak lagi alias mati.
Lalu bagaimana
cara memindah otak itu. Mungkin dengan cara mendigitalkan isi otak lalu
menyimpannya di suatu tempat (bisa juga secara cloud), lalu ketika badan
dan fisik otak manusia mati, transkrip digital otak dipindahkan ke media baru
dan badan baru. Jadilah otak itu hidup, manusia hidup.
Di akhir
artikel yang memuat pernyataan Profesor Hawking ini ada pertanyaan mendasar:
“Apa manfaat keabadian manusia?” Pertanyaan inilah yang menggelitik saya untuk
menulis tentang keabadian. Di banyak novel, film, drama atau lagu, mungkin kita
pernah memperhatikan beberapa isu yang mengangkat tema keabadian. Kebanyakan
isu keabadian ini diakhiri dengan kegamangan para pelakonnya, apakah akan
melanjutkan status abadinya ataukah menjadi makhluk fana saja?
Berarti
menjadi makhluk fana ternyata menarik juga. Manusia menjadi bersemangat dalam
mengejar sesuatu. Manusia lebih menghargai waktu. Masih banyak lagi hal
lainnya. Coba bayangkan kalau Anda hari ini divonis sama dokter: Anda abadi!
Kira-kira apa yang Anda lakukan besok dan selanjutnya? Kalau saya jawabannya
bingung? Buat apa nglakuin apa-apa? Toh masih ada hari esok dan esoknya lagi
yang panjang, masih bisa ditunda-tunda lagi. Betul?
Saya belum
pernah menjadi manula. Tapi konon menjadi manula itu nggak enak. Bahkan,
beberapa manula sering didengar berdoa kepada Allah agar dimatikan saja. Hidup
sudah bosan. Padahal, mereka hidup belum ada seratus tahun lho! Berarti
meninggal itu menarik ya? Ada yang berani buat proposal ke Allah agar meninggal
esok hari?
Pertanyaan
kedua, kali ini saya sendiri yang bertanya, “Apakah identitas seseorang itu
mutlak hanya milik otak saja?” Maksudnya, ketika transkrip otak manusia yang
telah meninggal dipindahkan ke otak dan badan baru, apakah maih bisa dianggap
sebagai sosok yang sama sebagaimana dia belum meninggal? Bagaimana dengan
konsep jiwa? Apakah sama dengan otak?
Ah,
pertanyaan-pertanyaan itu bikin pusing ya? Lebih baik kita mengisi hari-hari
dengan kebaikan yang benar, sehingga ketika kita meninggal nanti tidak ada
penyesalan sedikit pun. Setuju?
Foto : antartidee.com.au
Foto : antartidee.com.au
0 komentar