Memaknai Banjir

March 22, 2016

Tidak biasanya Yogyakarta terendam banjir. Demikian kata hati warga Yogyakarta yang rumahnya terendam banjir luapan Kali Winongo dan Kali Code pada Sabtu (12/03). Seorang warga mengatakan kalau banjir besar seperti ini terakhir melanda Yogyakarta lebih dari tiga dasawarsa silam, tepatnya pada tahun 1984. Sebagaimana diberitakan harian ini, kerugian dampak banjir diperkirakan mencapai Rp. 200 juta untuk Kabupaten Sleman saja. 

Banjir diindikasikan merupakan ‘kiriman’ dari daerah Pakem dan Turi yang kebetulan pada hari yang sama dilanda hujan lebat. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan, banjir merupakan akibat perilaku kita, warga Yogyakarta. Ada pengabaian perilaku bersih oleh warga penghuni bantaran sungai, yang berakibat pada pendangkalan serta ketidakmampuan daerah aliran sungai menampung curah hujan yang besar. Mungkin ada juga pengabaian perilaku peduli lingkungan yang mengakibatkan banyak lahan yang seharusnya berfungsi sebagai penahan air di daerah hulu berubah fungsi menjadi hunian.


Berawal dari Air

Bertepatan dengan tanggal 22 Maret yang diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Air Internasional, fenomena banjir seakan merupakan momentum pengingat bagi warga Yogyakarta untuk melakukan introspeksi berkenaan dengan air sebagai sumber kehidupan. Mungkin introspeksi dapat dimulai dari sebuah pertanyaan mengenai interaksi manusia dengan air. Misalnya; apakah kita selama ini telah memerlakukan air dengan baik?

Apabila melihat jawaban yang diberikan air melalui banjir, tentu jawaban dari pertanyaan di atas adalah tidak. Pengabaian perilaku-perilaku interaksi yang baik dengan air sebagaimana disebutkan sebelumnya merupakan buah perjalanan kehidupan manusia dengan segala obsesinya. Penjualan lahan di daerah hulu yang kemudian beralih fungsi menjadi hunian berawal dari obsesi penduduk desa untuk mendapatkan penghasilan lebih serta melakukan urbanisasi atau menjadi pekerja commuter di wilayah perkotaan dengan harapan penghasilan yang lebih baik. Selanjutnya, dengan terpenuhinya harapan penghasilan dengan bekerja di perkotaan, fungsi lahan yang sebelumnya menjadi tumpuan penghidupan menjadi tidak penting lagi.

Pengabaian perilaku bersih oleh warga yang tinggal di sepanjang bantaran aliran sungai merupakan akibat ketiadaan akses terhadap fasilitas sanitasi dan kebersihan yang memadai. Ada kemungkinan taraf hidup warga bantaran sungai yang relatif rendah membuat mereka memilih untuk menentukan skala prioritas pada kebutuhan yang dianggap lebih penting daripada memberikan perhatian pada kebersihan sungai.

Mengacu kepada SDGs

Meskipun tidak berlangsung lama, banjir tahun ini tidak dapat dianggap sebagai masalah sederhana. Yogyakarta yang telah menjadi destinasi wisata dunia harus segera berbenah. Peranan pemerintah merupakan faktor utama penanganan banjir. Kiranya pembangunan yang berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam 17 poin SDGs (Sustainable Development Goals) dapat menjadi patokan, yakni penekanan kepada keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Ada beberapa poin penting SDGs yang dapat dijadikan prioritas pemerintah. Misalnya saja orientasi pada pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak. Pemerintah diminta untuk mendukung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.

Untuk tahap pertama, pemerintah dapat merehabilitasi lahan yang berada di daerah hulu. Selain itu, proses urbanisasi dan pekerjaan commuter harus sedikit demi sedikit dikurangi. Pembangunan harus didorong untuk memberikan keuntungan bagi penduduk yang tinggal di pedesaan, terutama di hulu sungai. Penduduk perkotaan yang termarginalisasi di bantaran sungai dapat turut serta memberikan peranannya dengan bekerja dalam pembangunan desa itu.

Air dan Pekerjaan

Introspeksi terhadap kejadian banjir ternyata dapat memberikan perspektif luas kepada warga masyarakat dan pemerintah. Sesuai tema Hari Air Internasional tahun 2016, Air dan Pekerjaan, menjaga air berarti menjaga pekerjaan manusia tetap ada. Akan banyak orang yang bekerja lagi di lingkungan desanya, sementara itu warga yang tinggal di bantaran sungai juga dapat meningkatkan taraf kehidupannya dengan bekerja secara layak di lingkungan barunya.

Yang paling penting tentu saja banjir tidak terjadi lagi di Yogyakarta tercinta ini. Secara lebih luas, sumberdaya air dapat lebih terjaga untuk berlangsungnya penghidupan dan masa depan anak cucu kita.

Foto :
www.kompasiana.com

You Might Also Like

0 komentar

Friends

Galeri

Ada warna biru muda di lingkaran ini. Mengingatkan cerahnya langit pascahujan
Biarkanlah balon-balon bebas itu beterbangan, sebebas warna-warna yang menyelimutinya
Budaya batik yang berinovasi Mencerahkan masa depan tradisi
Cinta tidak selamanya berwarna merah muda, bisa juga kuning oranye
Ketika warna ungu menjadi ceria, dia bersama hijau dan kuning istimewa