Teknologi Maaf
August 11, 2013
foto: hasanzainuddin.wordpress.com |
Pada momentum lebaran kali ini, saya ingin mengucapkan
"Selamat Idul Fitri 1434 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin". Ya, ucapan
maaf seperti itu mungkin sering dirasakan oleh pembaca semua di sela-sela
kesibukan kita sungkem kepada orang tua dan berkunjung ke rumah kerabat pada waktu lebaran. Biasanya ucapan itu tidak
terjadi dalam konteks komunikasi tatap muka, melainkan adanya di komunikasi
bermedia. Kadang, orang
cenderung malas membaca pesan itu, sekaligus enggan membalasnya. Orang lebih suka bertemu langsung, bersalaman, dan saling
mengucapkan permohonan maaf ini. Kenapa ya?
Momentum lebaran hampir selalu
memakan korban. Untuk lebaran tahun ini, sampai tulisan ini dibuat (4 Syawal
1434 H), sudah lebih dari 200 jiwa yang wafat di jalan atau dalam
prosesi mudik-balik. Angka ini sudah melebihi jumlah korban jiwa akibat teror
bom di Bali beberapa tahun lalu lho! Lalu apa ya lebaran itu melebihi teror
bom?
Banyak pihak yang berpotensi disalahkan seiring tingginya
korban jiwa di jalan dalam prosesi mudik-balik. Ada pengemudi angkutan umum
yang ugal-ugalan, pemudik yang ngantuk, hingga sarana dan prasarana penunjang
arus mudik-balik yang kurang sempurna. Untuk meminimalisir resiko hilangnya
jiwa dalam prosesi tahunan ini, semua elemen masyarakat sebenarnya telah banyak
mendukung. Banyak departemen yang mendirikan posko mudik, tidak ketinggalan
pula Ormas dan posko mandiri untuk membantu pihak kepolisian mengamankan jalur mudik. Namun
pada kenyataannya angka kematian pemudik tetap tinggi.
Melihat angka kematian pemudik yang tinggi, seharusnya ada
semacam kengerian orang untuk mudik. Faktanya, angka pemudik bukannya menurun,
namun justru cenderung meningkat. Sebenarnya apa sih esensi mudik itu?
Saya teringat ketika mengikuti kuliah Komunikasi Antarpersona
bersama Prof. Deddy Mulyana, Ph.D beberapa tahun silam. Beliau ketika itu
menjelaskan tentang betapa pentingnya komunikasi tatap muka. Karena, hingga
saat ini, media komunikasi belum mampu mengakomodir dua kebutuhan komunikasi.
Kira-kira apa ya? Betul sekali, media komunikasi sampai saat ini belum mampu
mengakomodasi sentuhan dan aroma. Dalam konteks mudik, sentuhan dan aroma ini
sepertinya menjadi tujuan utama. Saya bisa ngobrol sepuasnya dengan kedua
orangtua via hape, namun tetap tidak bisa merasakan sentuhan mereka sebagaimana
ketika saya sungkem. Di masa depan barangkali teknologi akan mengalami lompatan
kemajuan yang luar biasa, sehingga orang akan dengan mudah melakukan video call
dengan virtualisasi lawan bicaranya secara 3 dimensi, namun sepertinya aroma
opor ayam kampung yang lezat buatan istri tetap tidak bisa ditransfer melalui komputer.
Kajian komunikasi menyatakan betapa penting sentuhan dan
aroma. Bayi yang baru lahir biasanya mengenal ibunya dari aromanya. Bayi juga sangat senang disentuh, sehingga metode pemijitan
tertentu membuat perkembangan mereka lebih optimal. Bayi juga kadang-kadang
berkomunikasi melalui sentuhan, mereka cenderung sulit digendong oleh bukan
orangtuanya. Kecenderungan komunikasi melalui sentuhan dan aroma ini kita bawa
hingga dewasa. Ketika kita berkelana ke seluruh penjuru dunia, ada
kecenderungan merasakan kerinduan pada aroma dan sentuhan yang kita rasakan
sewaktu kecil dulu.
Tampaknya para pemudik yang
setiap tahun memadati jalanan memiliki kerinduan yang luar biasa terhadap
sentuhan dan aroma kampungnya. Tidak ada yang dapat menghalanginya. Cuaca yang
berubah-ubah, kondisi tubuh yang kurang sehat, bahkan perjalanan yang menembus
angka ratusan kilometer pun dilahap semua demi untuk menghirup aroma kampung
serta menyentuh keluarga terdekatnya.
Lalu bagaimana dengan ucapan maaf
yang ditulis melalui sms tadi? Saya kira ucapan tersebut bukan substitusi
mudik. Ucapan itu hanya sekedar sedikit mengurangi kerinduan pemudik, tidak
menggantikannya. Jadi, orang tetap akan mudik dan memenuhi jalanan lagi setiap
tahunnya. Selamat mudik dan balik, hati-hati di jalan ya.
2 komentar
Setuju banget dg isi artikel ini. Melihat dr sejarah tulisannya sih hbs lebaran desertasinya bs selesai nih hehe
ReplyDeleteSetuju banget dg isi artikel ini. Melihat dr sejarah tulisannya sih hbs lebaran desertasinya bs selesai nih hehe
ReplyDelete