Canthing Jali

January 29, 2013

Kata orang bijak, jalan kehidupan itu tidak lurus adanya. Kadang-kadang perjalanan hidup berkelak-kelok. Di saat yang lain kehidupan berjalan naik turun. Hanya saja semua belokan, tanjakan dan turunan kehidupan menuju pada sebuah keseimbangan, sebuah equilibrium.

Seorang sahabat yang telah kenyang pengalaman kehidupan, pernah mendapat petuah dari ibunya tentang “Canthing Jali”. Canthing jali ini adalah peribahasa atau paribasan Jawa yang artinya menurut Wikipedia Jawa adalah: “Wong kang wis ora bisa diisi menèh pikirané kanggo èlmu. Amarga uteké wis ora nyandhak. Utawa, wong bodho arep sinau ping bola-bali tetep ora bisa pinter” (Orang yang pikirannya sudah tidak bisa diisi lagi dengan ilmu, karena otaknya yang tidak sampai. Atau, orang bodoh yang sudah berkali-kali belajar namun tetap tidak bisa pintar).



Konteks canthing jali menurut Wikipedia tadi terbatas pada konsep pengetahuan. Namun tampaknya sang sahabat memahami petuah ibunya tentang canthing jali secara lebih luas lagi, dalam seluruh konteks kehidupan.

Kisahnya dimulai ketika sahabat tersebut baru mendapatkan suatu anugerah yang menggembirakan. Rejeki yang tidak disangka-sangka asalnya. Jumlahnya tidak sedikit, dan datang di saat yang tidak terduga. Jelas saja sahabat tersebut sangat gembira.

Namun, kegembiraannya hanya berlangsung sesaat saja. Di saat hendak berpikir cara merayakan kegembiraannya, tiba-tiba dia dikejutkan dengan kenyataan bahwa laptopnya rusak. Sama sekali tidak mau nyala. Alat yang sehari-hari setia menemaninya bekerja butuh perhatian. Ketika sahabat tersebut mengunjungi service center, ternyata biaya yang harus dikeluarkan tidak kecil. Sarannya adalah agar ganti yang baru saja.

Belum selesai keterkejutan pertama, sahabat tadi mendapatkan keterkejutan kedua. Ketika dia hendak melakukan medical checkup rutin, entah kenapa Sang istri ingin turut serta. Keluhan sakit kepala yang sering menyerangnya ternyata bukan indikasi penyakit tertentu. Kata dokter agar istirahat saja. Giliran istri yang dicek kesehatannya, tiba-tiba divonis harus operasi. Keluhan penyakit yang sudah lama dirasakan ternyata bukan gejala biasa.

Sahabat tersebut hanya bisa pasrah. Pertama pasangannya bekerja, kedua pasangan hidupnya. Lengkaplah sudah penderitaan yang dirasakan.

Beberapa waktu berlalu. Saat ini laptopnya sudah bagus lagi tanpa perlu harus ganti, dan istrinya sudah beraktivitas seperti biasa. Sahabat tadi bertutur, bahwa ibunya yang pernah memberi petuah tentang canthing jali ada benarnya. Setelah dihitung-hitung dengan seksama, biaya yang dikeluarkan untuk servis laptop dan operasi istrinya ternyata tidak melebihi rejeki yang didapatkan sebelumnya. Hampir impas malah. Sahabat tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa mungkin jatah rejeki yang diterimanya memang belum sampai pada jumlah yang sebanyak tempo hari. Sehingga Allah mencarikan jalan rejeki tersebut keluar lagi kepada orang lain. Melalui servis laptop dan operasi istri.

Menarik untuk dicermati, bahwa tampaknya manusia itu memang sudah diberi cangkir rejeki masing-masing oleh Allah. Ada yang cangkirnya besar, sehingga memuat banyak rejeki. Ada pula yang kecil saja.

Besar kecilnya cangkir yang diberikan itu adalah rahasia-Nya. Tidak ada orang yang tahu seberapa besar jatah cangkir miliknya. Hanya saja yang paling penting, manusia tetap harus berusaha mengisi cangkir itu setiap waktu. Biarlah Allah nanti yang menentukan hasilnya. Adapun apabila telah berusaha dan bekerja dengan keras, namun tidak mendapatkan hasil yang diinginkan, maka hiburlah diri dengan petuah canthing jali tadi.

Foto:
www.cafedirect.co.uk

You Might Also Like

0 komentar

Friends

Galeri

Ada warna biru muda di lingkaran ini. Mengingatkan cerahnya langit pascahujan
Biarkanlah balon-balon bebas itu beterbangan, sebebas warna-warna yang menyelimutinya
Budaya batik yang berinovasi Mencerahkan masa depan tradisi
Cinta tidak selamanya berwarna merah muda, bisa juga kuning oranye
Ketika warna ungu menjadi ceria, dia bersama hijau dan kuning istimewa