Perkenalan dengan street photography atau fotografi jalanan berawal dari riset kecil terhadap kamera yang hendak saya beli. Seperti biasa, rujukannya adalah hasil pencarian dengan Google dan Youtube. Pedoman pencarian awal adalah kamera yang ringkas, namun lebih baik daripada kamera di ponsel.
Saat melakukan riset kamera inilah saya menemukan genre fotografi jalanan yang tampaknya sesuai dengan hobi bersepeda dan kemampuan fotografi saya (baik teknis maupun finansial). Kemudian saya putuskan untuk mencoba menggali lebih dalam mengenai genre fotografi yang katanya sedang menjadi trend ini.
Penjelajahan terhadap genre fotografi jalanan membawa saya pada perjumpaan dengan video dan buku yang tersedia banyak di dunia maya dan di dunia nyata (alias toko buku). Salah satu buku menarik adalah anggitan Erik Prasetya, yang memunculkan istilah baru bagi saya: estetika banal.
Menurut Erik, fotografi jalanan berminat pada dinamika manusia di ruang publik dan emosi yang dihasilkannya. Fotografi jalanan, kemudian, mendekati obyeknya--yaitu manusia-manusia dalam pergerakan--lebih sebagai subyek. Saat seorang juru foto menganggap obyeknya sebagai subyek, maka dia tahu bahwa obyek tersebut memiliki otoritas terhadap dirinya sendiri, memiliki kemauan, tujuan, dan gerakan sendiri. Mereka tidak bisa dipaksa tunduk ke dalam kerangka pikir dan kepentingan juru foto. Ketika juru foto mengatur orang lain untuk berpose atau melakukan formasi tertentu, maka otoritas mereka terhadap diri sendiri berkurang. Sehingga, juru fotografi jalanan akan cenderung sebisa mungkin membiarkan orang menjadi diri sendiri.
Erik Prasetya mengatakan bahwa pendekatan yang paling mungkin dilakukan untuk "menghargai" otoritas subyek fotografi jalanan adalah candid dan unobstrusive.
Foto candid berisi scene peristiwa orang-orang yang tidak sadar, berpose, atau terganggu ketika dipotret. Candid artinya asli, tidak dibuat-buat, apa adanya. Untuk menghasilkan foto candid diperlukan pendekatan unobstrutive.
Pendekatan unobstrutive dilakukan juru foto dalam bentuk sikap tidak menantang dan tidak mengganggu. Pendekatan ini diperlukan untuk menjaga subyek tetap menjadi diri mereka sendiri.
Lalu estetika banal itu apa? Menurut Erik merupakan estetika pada yang biasa dan sehari-hari. Sesuai dengan namanya, ia tidak memburu peristiwa yang jarang terjadi atau keindahan yang luar biasa. Ia justru percaya kita bisa membaca ulang keseharian dan menemukan keindahan dengan kriteria yang tidak selalu terpreskripsi.
Pada kesempatan ini saya beranikan diri untuk menampilkan dua buah foto hasil jepretan pribadi. Suasana tersebut saya dapatkan di sebuah penggilingan daging di Pasar Rejowinangun, Magelang pada pertengahan Agustus 2019. Apakah memenuhi unsur estetis? Entahlah. Bagi saya yang terpenting adalah terus belajar dan mencoba berani menampilkan serta terbuka terhadap masukan.
Erik Prasetya. 2014. On Street Photography. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
Saat melakukan riset kamera inilah saya menemukan genre fotografi jalanan yang tampaknya sesuai dengan hobi bersepeda dan kemampuan fotografi saya (baik teknis maupun finansial). Kemudian saya putuskan untuk mencoba menggali lebih dalam mengenai genre fotografi yang katanya sedang menjadi trend ini.
Teknologi Hari Ini - Dokumen Pribadi |
Menurut Erik, fotografi jalanan berminat pada dinamika manusia di ruang publik dan emosi yang dihasilkannya. Fotografi jalanan, kemudian, mendekati obyeknya--yaitu manusia-manusia dalam pergerakan--lebih sebagai subyek. Saat seorang juru foto menganggap obyeknya sebagai subyek, maka dia tahu bahwa obyek tersebut memiliki otoritas terhadap dirinya sendiri, memiliki kemauan, tujuan, dan gerakan sendiri. Mereka tidak bisa dipaksa tunduk ke dalam kerangka pikir dan kepentingan juru foto. Ketika juru foto mengatur orang lain untuk berpose atau melakukan formasi tertentu, maka otoritas mereka terhadap diri sendiri berkurang. Sehingga, juru fotografi jalanan akan cenderung sebisa mungkin membiarkan orang menjadi diri sendiri.
Erik Prasetya mengatakan bahwa pendekatan yang paling mungkin dilakukan untuk "menghargai" otoritas subyek fotografi jalanan adalah candid dan unobstrusive.
Foto candid berisi scene peristiwa orang-orang yang tidak sadar, berpose, atau terganggu ketika dipotret. Candid artinya asli, tidak dibuat-buat, apa adanya. Untuk menghasilkan foto candid diperlukan pendekatan unobstrutive.
Pendekatan unobstrutive dilakukan juru foto dalam bentuk sikap tidak menantang dan tidak mengganggu. Pendekatan ini diperlukan untuk menjaga subyek tetap menjadi diri mereka sendiri.
Lalu estetika banal itu apa? Menurut Erik merupakan estetika pada yang biasa dan sehari-hari. Sesuai dengan namanya, ia tidak memburu peristiwa yang jarang terjadi atau keindahan yang luar biasa. Ia justru percaya kita bisa membaca ulang keseharian dan menemukan keindahan dengan kriteria yang tidak selalu terpreskripsi.
Bekerja Melayani Pesanan - Dokumen Pribadi |
Erik Prasetya. 2014. On Street Photography. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia