Pada dasarnya bersepeda itu (menurut saya) sangat sederhana. Tinggal dinaiki, digowes, pelan-pelan, sampai tujuan. Akhirnya banyak orang yang mengabaikan detail sepeda, membiarkan sepeda apa adanya, pokoknya bisa digowes sudah cukup. Aturan kesederhanaan bersepeda bisa jadi berbeda ketika ditujukan untuk kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya saja touring.
Berdasarkan pengamatan dari beberapa catatan blog, status di Facebook, foto-foto Instagram, hingga video di Youtube, touring sepeda ternyata bermacam-macam. Ada yang melakukan touring antarkota melewati jalur-jalur utama. Ada yang mengutamakan interaksi dengan hal-hal baru, sehingga kegiatan touring dicampur dengan jalan kaki, camping, hingga loading (dipadu dengan moda transportasi lain, seperti kereta, bus, bahkan pesawat). Touring yang mengutamakan interaksi cenderung abai terhadap jarak tempuh (maksudnya tidak harus pergi jauh). Ada juga penggemar touring yang anti-mainstream, tidak suka menempuh jalan "biasa". Mereka ini biasanya gemar blusukan mencari jalur baru.
Pada akhirnya perbedaan tujuan touring akan mempengaruhi pemilihan beberapa parts sepeda, salah satunya ban. Saya contohkan saja ban yang menempel di sepeda saya saat ini, merek Kenda dengan ukuran 700 x 38c atau 700c x 38. Ban ini merupakan bawaan sepeda dari awal beli. Harga barunya tidak terlalu mahal, sekitar 80 ribuan.
Ban Kenda yang Dijual di Bukalapak.com |
Awal saya tertarik dengan sepeda Heist ini karena tampilannya yang "gagah". Rupanya tampilan "gagah" ini ditunjang oleh ukuran ban yang terhitung besar. Ukuran ban yang besar tersebut ternyata bukan hanya untuk gagah-gagahan saja, tapi juga berkaitan dengan fungsi yang diembannya.
Pertama, berkaitan dengan diameter ban yang dilambangkan angka 700c. Rupanya 700c merupakan salah satu ukuran ban yang paling besar (bersaing dengan ukuran 29 dan 28). Beberapa orang menyebut ban ini sebagai "ban balap", ada lagi yang menyebutnya "ban becak". Bentuk rampingnya serta besarnya diameter dapat mengurangi kayuhan yang diperlukan untuk menempuh jarak tertentu.
Hanya saja, menurut saya ada dua kelemahan ukuran ban 700c. Ketika menemukan tanjakan, pegowes dituntut untuk mengeluarkan tenaga yang lebih besar (ini hanya pengalaman pribadi, terutama saat dibandingkan dengan ban sepeda lipat). Selain itu, ban jenis ini lebih sulit didapatkan di pasaran dibandingkan dengan ban yang lebih kecil (misalnya ban ukuran 26). Pegowes akan mengalami kesulitan untuk mencari ban pengganti andaikan terjadi pecah ban di jalan.
Kedua, berkaitan dengan lebar tapak yang dilambangkan angka 38. Semakin besar angka belakang yang tertulis di ban, maka semakin lebar tapaknya (kalau ada ban yang bertuliskan 700 x 23c, dapat dipastikan tapaknya sangat kecil). Ukuran tapak akan berpengaruh pada beban kayuhan pegowes. Semakin besar tapak ban, semakin besar energi yang harus dikeluarkan pegowes untuk mengayuh sepedanya.
Lantas kenapa ban ukuran 38 itu masih saya pakai padahal berat dikayuh? Kelebihan ban tapak lebar adalah kemampuannya untuk membawa beban berat, sehingga cocok untuk touring (yang biasanya membawa tas pannier serta rak sepeda). Selain itu, bersepeda touring bagi saya bukan soal kecepatan (ban dengan tapak kecil diperuntukkan untuk meraih kecepatan maksimal). Yang lebih penting menurut saya adalah menikmati suasana perjalanan, dan selamat sampai tujuan.
Ketiga, berkaitan dengan bahan ban yang digunakan. Jujur, saya tidak begitu memahami bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ban. Kalau kata Darren Alff kebanyakan tipe ban (99%): is going to be a conventional bicycle tire called a "clincher" or sometimes a "wire on". Alff bilang, ada tiga komponen utama penyusun ban "clincher" ini: bead, fabric dan rubber.
Bead adalah bagian ban yang bersentuhan dengan rim (atau velg). Fabric merupakan pembentuk body ban. Saat ini, ada dua material pokok bahan fabric: nylon dan kevlar. Bahan kevlar lebih banyak dipakai untuk touring karena kemampuannya menahan tusukan paku, hanya saja harganya lebih mahal (antara 3-4 kali lipat harga bahan nylon). Rubber adalah bagian yang "menyelimuti" fabric, yakni bagian ban yang kita lihat dari sisi luar.
Terakhir, berkaitan dengan motif ban. Semakin kasar pola ban, maka akan semakin berat dikayuh. Kelebihan pola ban yang kasar adalah kemampuannya "mencengkeram" tanah sehingga memudahkan pengendalian. Pola yang tebal juga dianggap "membantu" ketahanan ban terhadap tekstur kasar jalan, sehingga lebih aman dari resiko kebocoran.
Saya masih merasa cukup dengan ban bawaan yang menempel di sepeda Heist. Pegowes yang lain mungkin ada yang sudah menggantinya dengan jenis ban lain. Bagaimana dengan pembaca? Silakan diukur sendiri menyesuaikan dengan kebutuhan dan peruntukannya saja.
*) Foto-foto diambil dari laman allseasoncyclist.com, dan bukalapak.com, pembaca bisa menelusuri informasi teknis lebih lanjut dengan membaca bukunya Pak Darren Alff yang berjudul The Essential Guide to Touring Bicycles, terbitan Park City tahun 2013, oleh Bicycle Touring Pro.