Tanah Masa Depan
January 23, 2012
Hari
Minggu pertama di tahun 2012 agenda kelender Saya dihiasi dengan
kegiatan kerja bakti lingkungan. Biasanya tidak ada yang istimewa
dalam rangkaian acaranya; datang kumpul-kumpul warga, sedikit kerja,
banyak makan, kemudian bubar dengan membawa oleh-oleh gosip baru dari
tetangga. Saya yang biasanya ogah-ogahan ikut kerja bakti, semakin
malas ketika jarum jam sudah menunjuk angka delapan, tapi belum
banyak orang muncul. Setelah menunggu sekitar seperempat jam,
akhirnya kaki ini melangkah juga ke TKP.
“Stop,
berhenti dulu. Kerja bakti ditunda sebentar. Ada permasalahan penting
yang harus kita bahas sebelum kerja bakti dilanjutkan”, Pak Erte
dengan wajah sedikit memerah memecah keriuhan obrolan warga.
“Bapak-bapak...Pak Waru (bukan nama sebenarnya) yang ada di samping
Saya ini merasa tidak setuju apabila kerja bakti dilanjutkan, karena
Beliau merasa jalan yang hendak dipasang paving melewati batas
tanahnya.”
Warga
yang semula diam hening, sontak riuh mendengar perkataan Pak Erte.
“Lho...gimana Pak Erte, pemasangan paving ini 'kan hanya
memperbaiki gang yang sudah ada?”, Pak Gito yang terkenal kritis
berbicara dengan lantang mengalahkan suara-suara lain. “Betul Pak
Gito, tapi menurut Pak Waru, gang yang sudah ada ini juga melanggar
haknya”, Pak Erte menimpali. “Lagipula, Beliau merasa terganggu
ketika warga yang melintas gang ini tidak mengindahkan peringatan
agar mematikan mesin motor”, tambah Pak Erte.
Pak
Erte akhirnya mengambil inisiatif meminta beberapa tokoh warga untuk
mendiskusikan masalah ini. Pak Gito, Pak Tarno, Pak Teguh, dan
beberapa tokoh lain berkumpul. Tampak raut wajah tegang menghias
wajah-wajah mereka yang sedang berdiskusi. Hampir setengah jam
dihabiskan para tokoh warga tersebut.
“Bapak-bapak
sekalian, diskusi kami tadi sampai pada satu kesimpulan bahwa kerja
bakti ini tetap berlangsung”, urai Pak Erte menyimpulkan hasil
diskusi dengan beberapa tokoh warga. “Hanya saja, kita harus
mengukur ulang tanah milik Pak Waru dan melihat patok bukti batas
lahan. Apabila ternyata betul gang ini melanggar batas tanah, maka
harus digeser. Namun, bila tidak, proses pavingisasi tetap
dilanjutkan”, pungkas Pak Erte mengakhiri kesimpulannya.
Hari
itu pavingisasi tetap dilanjutkan, namun gangnya sedikit digeser
karena memang melanggar batas tanah milik Pak Waru. Hal yang menarik
adalah bahwa penggeseran gang ini hanya sekitar 50 cm saja! Artinya
lahan Pak Waru yang dilanggar oleh kepentingan umum tidak banyak
(menurut Saya). Namun Pak Waru dengan sengitnya berusaha
memperjuangkan tanah miliknya, dengan resiko harus siap digunjing
warga sebagai orang pelit, bahkan warga sekitar berbisik-bisik bahwa
memang begitulah orang tua, kalau sudah tua seperti anak kecil lagi.
Pak
Waru tetangga Saya barangkali bukan satu-satunya orang yang mempunyai
masalah tanah. Ada ribuan bahkan mungkin ratusan ribu orang yang
bermasalah dengan tanah. Pada tahun 2001, MPR telah memuncul
ketetapan bernomor IX/MPR/2001 mengenai Pembaharuan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bertujuan memberi solusi, ketetapan itu
banyak menimbulkan masalah. Menurut Budiman Sudjatmiko (seperti
dikutip VIVANews.com), semenjak TapMPR itu diberlakukan pada tahun
2001 hingga saat ini, telah 189 petani yang tewas karena perkara
tanah, mereka ditembak dan dianiaya. Musuhnya terutama adalah para
pemodal raksasa dengan bantuan oknum militer atau polisi.
189
orang tewas bukanlah jumlah yang sedikit. Mereka berusaha
mempertahankan haknya. Orang Jawa bilang “Sadumuk bathuk,
sanyari bumi”, yang artinya kurang lebih bahwa tanah itu harus
dibela hingga titik darah penghabisan karena merupakan sebagian dari
kehormatan (CMIIW). Kehormatan bagi kultur Jawa sendiri dipahami
sebagai tiga hal, wisma (rumah, tanah), turangga
(kendaraan), dan kukila (kesenangan). Pemahaman ini tampaknya
tidak hanya ada di budaya Jawa, melainkan ada di seluruh nusantara.
Itulah kiranya yang Saya anggap sebagai alasan munculnya peraturan
mengenai agraria.
Data
Capital
Banyak
kajian yang membahas tentang kepemilikan, atau yang lebih dikenal
dengan kapital. Konsep kapital yang telah banyak berkembang antara
lain: natural capital, financial capital, physical capital, human
capital, human made capital, dan intelectual capital. Karena tingkat
pemaknaan yang tinggi seperti dipaparkan di atas, barangkali tanah
dapat dikategorikan sebagai konsep physical capital yang
didefinisikan sebagai “machinery, buildings and equipment used
in production process”.
Hanya
saja Saya berpikir bahwa ada kemungkinan perkembangan jaman dan
teknologi akan membawa perubahan pemaknaan terhadap tanah. Apabila di
lingkungan Saya ada Pak Waru yang berjuang keras untuk mempertahankan
sejengkal tanahnya, di luaran sana banyak orang yang berjuang
mempertahankan domainnya dari keusilan para peretas (hacker).
Dana yang dikeluarkan untuk mengatasi para peretas itu tidak sedikit.
Padahal yang dipertahankan adalah sesuatu yang secara fisik tidak
nampak, yakni data.
Banyaknya
dana dan energi yang dikeluarkan untuk melindungi data bukan tanpa
alasan. Orang-orang di luaran sana sudah menyadari bahwa manusia
semakin hari semakin masuk dalam pusaran teknologi, sehingga manusia
terjebak dalam determinasi teknologi. Fenomena status facebook yang
seakan harus dilakukan tiap hari dan tiap waktu misalnya, termasuk
salah satu bukti ketergantungan manusia dengan teknologi. Bahkan,
apabila tidak waspada, determinasi teknologi tersebut dapat berubah
menjadi kultus teknologi.
Akan
sangat pantas apabila generasi muda yang dapat digolongkan sebagai
native dalam dunia teknologi
merasa perlu sekali memiliki “kekuasaan” dalam bidang teknologi.
Alih-alih kepemilikan gaya lama, mereka justru lebih memahami
kepemilikan gaya baru. Mereka akan sangat mudah membaca orang dari
kepemilikan teknologinya. Orang akan lebih mempercayai status
seseorang di dunia maya alih-alih realitasnya.
Dalam
riuh rendah hujan media yang menghampiri kita, perebutan tanah bisa
jadi akan segera berakhir. Orang akan lebih memilih berebut lahan di
dunia internet, karena itulah yang lebih berharga nantinya. Akankah
itu terjadi? Kita tunggu saja.
Referensi:
fokus.VIVANews.com
Beberapa
referensi lain yang lupa sumbernya
0 komentar