COVID-19 dan Hujan Bulan Juni

June 27, 2021

Sapardi Djoko Damono (SDD) mungkin dianugerahi kemampuan melihat masa depan melalui puisinya yang bertutur mengenai hujan di Bulan Juni. Atau mungkin puisi SDD menjadi sebuah doa. Puisi yang, menurut sebagian besar orang di jaman penulisannya (1989), mungkin aneh. Mengingat Bulan Juni biasanya identik dengan suasana terang benderang dan matahari yang memancarkan sinarnya tanpa sehelai awan pun menghalangi. Entahlah, di tahun pembuatan puisi itu saya masih sekolah dan belum membaca karya yang istimewa ini.

Puluhan purnama berlalu, saat kuliah, saya mendengarkan teman sering menyetel kaset group band kenamaan luar negeri, Roxette. Ada sepenggal lirik yang saya hapal:

It's a bright June afternoon, it never gets dark.
Wah-wah! Here comes the sun
Get your green, green tambourine, let's play in the park.
Wah-wah! Here comes the sun


Bulan Juni memang selalu identik dengan cerahnya matahari, liburan, pantai, dan hal-hal di luar rumah yang indah-indah. Lagi-lagi puisi Sapardi Djoko Damono seperti tidak relevan. Setidaknya, sampai Roxette ini menciptakan lagu June Afternoon, kata teman saya sekitar tahun 1995.

Beberapa tahun terakhir, "ramalan" SDD terjadi. Memang ada sedikit perbedaan dengan puisi SDD, hujan di Bulan Juni tidak banyak berhubungan dengan bunga. Hujan di Bulan Juni, setahu saya, membuat pusing para petani tembakau di daerah Temanggung. Hujan di Bulan Juni, juga meningkatkan angka positif COVID-19.
Lockdown Mikro di Masa Pandemi

Saat saya menulis ini, hujan di akhir Bulan Juni sedang turun, dan pertambahan kasus COVID-19 lebih dari 52 ribu orang dalam satu pekan. Angka pertambahan kasus dalam sepekan tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang setahun lebih masa pandemi.

Jiwa romantisme SDD mungkin mendorong beliau untuk menampilkan yang indah-indah dalam puisi Hujan Bulan Juni. Sehingga, "ramalan" beliau tidak dilengkapi dengan berbagai hal "menakutkan" apabila terjadi hujan di Bulan Juni. Barangkali juga beliau tidak tega menggambarkan hal menakutkan, seperti COVID-19 ini, dalam "ramalannya". "Jangan-jangan malah nanti dianggap sebagai cenayang," mungkin demikian yang beliau pikirkan.

Ah saya terlalu banyak berandai-andai. Kalau boleh menambahkan satu pengandaian, saya berharap Sapardi Djoko Damono masih hidup, dan membuat puisi lagi. Saya akan meminta beliau membuat puisi yang bertema COVID-19, dan meramalkannya berhenti seiring meredanya hujan di Bulan Juni. Siapa tahu dikabulkan Tuhan? Doa orang baik biasanya cepat terkabul. Al-Fatihah.

You Might Also Like

0 komentar

Friends

Galeri

Ada warna biru muda di lingkaran ini. Mengingatkan cerahnya langit pascahujan
Biarkanlah balon-balon bebas itu beterbangan, sebebas warna-warna yang menyelimutinya
Budaya batik yang berinovasi Mencerahkan masa depan tradisi
Cinta tidak selamanya berwarna merah muda, bisa juga kuning oranye
Ketika warna ungu menjadi ceria, dia bersama hijau dan kuning istimewa