Berbicara masalah organisasi sebenarnya berkaitan erat dengan kehidupan keseharian kita, karena keberadaannya yang di manapun ada. Di tingkat internasional kita jumpa organisasi seperti PBB, UNHCR, ASEAN, kemudian di tingkat negara ada PSSI, PERBAKIN, lalu di propinsi, kabupaten, kecamatan, hingga tingkat RT. Bahkan, manusia sendiri dapat dikatakan sebagai organisasi!
Berjalannya organisasi memerlukan sebuah manajemen yang baik. Sebesar apa pun organisasi, apabila tidak diiringi dengan manajemen yang baik, akan hancur dengan perlahan-lahan. Kaye, dalam bukunya Communication Management (1995) mengisyaratkan pentingnya manajemen—terutama manajemen komunikasi—dalam sebuah organisasi. Kaye mengajukan sebuah model “Manajemen Komunikasi Orang Dewasa” berupa sebuah boneka berlapis yang disebut “Boneka Matouschka Rusia.”
Kaye menyatakan bahwa orang dewasa memiliki empat boneka yang tersusun rapi membentuk lapisan-lapisan SELF, INTERPERSONAL, SYSTEM, dan COMPETENCE. SELF adalah bagian paling dalam dari manajemen komunikasi orang dewasa. Boleh dikatakan bahwa boneka yang mewakili SELF ini merupakan komponen komunikasi intrapersonal. INTERPERSONAL merupakan pembungkus boneka SELF, di mana fokusnya adalah pada “Bagaimana diri berinteraksi dengan liyan (the other/ others)?” Elemen interpersonal ini dapat dijelaskan sebagaimana perspektif konstruktivis memandang komunikasi, yakni “Proses di mana individu yang berinteraksi membuat makna tentang diri masing-masing, serta membuat makna mengenai sifat dan keadaan hubungan mereka.” Boneka ketiga adalah SYSTEM, di mana perhatian kajiannya adalah mengenai “Bagaimana sebuah sistem atau organisasi dapat memengaruhi cara berkomunikasi manusia yang berada di dalamnya?” Terakhir, boneka COMPETENCE digambarkan berada paling luar. Namun, menurut Kaye, bukan berarti boneka ini hanya berada di lapisan paling luar saja. Boneka COMPETENCE dapat terjadi pada setiap lapisan manajemen komunikasi orang dewasa. Manusia dikatakan memiliki boneka COMPETENCE ini ketika mereka mampu mengelola dengan baik komunikasi yang terjadi pada tiga boneka sebelumnya.
Mengingat Kaye yang menekankan peranan individu melalui boneka COMPETENCE, maka secara implisit dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya manusia pun merupakan organisasi, sebuah sistem. Sistem yang bernama manusia ini terdiri dari berbagai aspek yang menjadi cikal bakal terbentuknya sistem yang lebih besar seperti sistem antarpersonal, sistem kelompok, bahkan sistem massa.
Tampaknya, model yang dibangun oleh Michael Kaye tidak benar-benar baru. Setidaknya sosiolog Erving Goffman pernah membentangkan sebuah ide brilian mengenai manajemen komunikasi manusia. Dalam bukunya yang berjudul Presentation of Self in Everyday Life (1959), Goffman menyatakan tentang Teori Dramaturgis. Secara sederhana, istilah Dramaturgis mewakili keadaan kehidupan sosial di mana manusia bertingkah sebagaimana kehidupan dalam pentas pertunjukan drama. Manusia sebagaimana aktor yang memainkan berbagai peranan yang ditonton oleh orang lain.
Fungsi manajemen komunikasi dalam teori Goffman ini adalah ketika manusia mengelola pesan dalam dua panggung berbeda, panggung depan dan panggung belakang. Menurut Goffman, seorang aktor yang berhasil adalah ketika dia mampu mengajak penonton melihat sudut yang memang ingin diperlihatkan. Dengan demikian, manajemen komunikasi yang berhasil adalah apabila seorang manusia mampu mengajak manusia lain memahami dirinya sesuai dengan yang diinginkannya. Selain itu, seorang aktor yang baik juga mampu membedakan keberadaannya—apakah di panggung depan atau di panggung belakang. Panggung depan yang penuh dengan aturan konsep drama atau skenario tentu harus ditaati oleh seorang aktor yang baik. Sebaliknya, ketika berada di panggung belakang, aktor yang baik tentu tidak perlu memerankan drama sebagaimana di panggung depan tadi.
Organisasi—sebagai sebuah sistem—sebenarnya mirip dengan manusia. Ada kasus yang cukup menarik terkait dengan organisasi, yakni klub sepak bola Intermilan. Sebagaimana kita ketahui bersama, pada akhir tahun 2013 Intermilan beralih kepemilikan. Massimo Moratti, sang taipan minyak dari negeri pizza Italia melepas 70% kepemilikan sahamnya di Intermilan senilai 350 juta euro atau setara 5,3 triliun kepada Erick Thohir bersama dua rekannya Rosan Roeslani dan Handy Soetedjo yang berasal dari Indonesia.
Beberapa hal yang saya amati terkait tentang perkembangan organisasi klub olahraga tersebut. Pertama, sejak semula sebenarnya Erick Thohir tidak begitu diterima oleh para fans Intermilan. Erick diragukan kecintaannya terhadap klub yang belum pernah terdegradasi ke seri-B itu. Motif Erick dicurigai hanya bisnis semata, sebagaimana yang dilakukannya kepada DC United—klub sepakbola di Amerika Serikat. Bila dihubungkan dengan boneka COMPETENCE-nya Michael Kaye, Erick Thohir dianggap tidak layak menjadi pemilik mayoritas saham Intermilan.
Kedua, hingga detik ini, Erick Thohir mengendalikan organisasi sepakbola Italia tersebut dari Jakarta. Ini berarti membentangkan jarak komunikasi sejauh 27.000 km, bahkan lebih. Erick pernah berkelakar bahwa dia sengaja mengendalikan klub ini dari Jakarta, karena tiap kali Erick berada di tribun kehormatan, Intermilan selalu ditaklukkan lawannya. Tentu saja ini berkaitan dengan boneka SYSTEM, di mana Thohir telah mengubah gaya komunikasi yang mengutamakan kedekatan geografis menjadi komunikasi bermedia.
Lalu berhasilkah manajemen komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Erick Thohir? Terlalu dini untuk memutuskan keberhasilan atau kegagalan berkomunikasi ala Thohir ini. Setidaknya, sampai tulisan ini dibuat, klasemen sementara Liga Itali menunjukkan Intermilan berada di posisi kelima di bawah Fiorentina. Posisi tersebut empat tingkat lebih baik dibandingkan finish musim lalu yang berada di posisi sembilan.
Yang paling penting dalam manajemen komunikasi organisasi adalah memahami personal yang berada di dalamnya. Berikut ini saya kutipkan dari John L. Holland mengenai tipe kepribadian yang disandingkan dengan tipe pekerjaan. Pertama, Tipe Realistik. Tipe model ini memiliki kecenderungan untuk memilih lapangan pekerjaan yang berorientasi pada penerapan. Ciri-ciri tipe realistik yaitu: mengutamakan kejantanan, kekuatan otot, keterampilan fisik, mempunyai kecakapan dan koordinasi motorik yang kuat, kurang memiliki kecakapan verbal, konkrit, bekerja praktis, kurang memiliki keterampilan sosial, serta kurang peka dalam hubungan dengan orang lain.
Kedua, Tipe Intelektual / Investigatif. Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini memiliki kecenderungan untuk memilih pekerjaan yang bersifat akademik. Ciri-cirinya adalah memiliki kecenderungan untuk merenungkan daripada mengatasinya dalam memecahkan suatu masalah, berorientasi pada tugas, tidak sosial, membutuhkan pemahaman, menyenangi tugas-tugas yang bersifat abstrak, memiliki nilai-nilai dan sikap yang tidak konvensional dan kegiatan-kegiatannya bersifat intraseptif.
Ketiga,Tipe Sosial. Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini memiliki kecenderungan untuk memilih lapangan pekerjaan yang bersifat membantu orang lain. Ciri-cirinya adalah pandai bergaul dan berbicara, bersifat responsif, bertanggung jawab, kemanusiaan, bersifat religius, membutuhkan perhatian, memiliki kecakapan verbal dalam hubungan antarpribadi, kegiatan-kegiatannya rapi dan teratur, menjauhkan masalah dari pemecahan secara intelektual, lebih berorientasi pada perasaan.
Keempat, Tipe Konvensional. Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini pada umumnya memiliki kecenderungan untuk melakukan kegiatan verbal, karena ia menyenangi bahasa yang tersusun baik, numerikal (angka) yang teratur, menghindari situasi yang abstrak, senang mengabdi, mengidentifikasikan diri dengan kekuasaaan, memberi nilai yang tinggi terhadap status dan kenyataan materi, mencapai tujuan dengan mengadaptasikan dirinya untuk tergantung pada atasan.
Kelima, Tipa Usaha/ Enterprising. Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini memiliki ciri khas diantaranya menggunakan keterampilan-keterampilan berbicara dalam situasi dimana ada kesempatan untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain, menganggap dirinya paling kuat, jantan, mudah melakukan adaptasi dengan orang lain, menyenangi tugas-tugas sosial yang abstrak, perhatian yang besar pada kekuasaan, status dan kepemimpinan, agresif dalam kegiatan lisan
Terakhir, Tipe Artistik. Orang yang mempunyai tipe kepribadian ini memiliki kecenderungan berhubungan dengan orang lain secara tidak langsung, bersifat sosial dan sukar menyesuaikan diri. Orang yang mempunyai tipe kepribadian artistik ini ditandai dengan berbagai macam tugas dan masalah yang memerlukan interpretasi atau kreasi bentuk-bentuk artistik melalui cita rasa, perasaan dan imajinai. Dengan kata lain, orang yang mempunyai tipe kepribadian artistik lebih menitikberatkan menghadapi keadaan sekitar dilakukan dengan melalui ekspresi diri dan menghindari keadaan yang bersifat intrapersonal, keteraturan, atau keadaan yang menuntut ketrampilan fisik.
So jadi, manajemen komunikasi organisasi itu gampang-gampang susah ya. Tapi agar kita tidak mudah menyerah untuk mewujudkan komunikasi yang baik dalam organisasi, dibalik saja kata-katanya menjadi “manajemen komunikasi organsiasi itu susah-susah gampang,” artinya walaupun susah di awal tapi gampang di akhiran.
*Disampaikan pada upgrading organisasi Himpunan Mahasiswa Komunikasi Unsoed.